Monday, 2 February 2015

Rasional dan Irrasional

Dulu sangat familiar dengan istilah rasional dan irrasional. Ya, karena masa sekolah 12 tahun pastinya ada mata pelajaran matematika. Dan as you know, saya kuliah di Jurusan Matematika. So, istilah ini sangat-sangat familiar. Tapi itu berhubungan dengan bilangan, pastinya.

Dan sekarang, saya mau bahas sedikit mengenai hal irrasional dalam kehidupan kita. Sebenernya mungkin banyak yah hal irrasional/tidak rasional yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau dalam matematika bilangan irrasional adalah bilangan riil yang tidak bisa dibagi, dalam kehidupan, hal irrasional adalah hal nyata yang tidak logis. Nyata adanya, tapi tidak logis. Ya, begitulah.

Ada dua hal yang ingin saya bahas disini. Pertama mengenai pekerjaan dan jilbab, yang ke dua mengenai pasangan hidup dan suku.

Pekerjaan dan Jilbab

Dulu ketika baru lulus kuliah dan masih sebagai job seeker, saya interview di sebuah Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris. Posisi yang saya lamar adalah guru Bahasa Inggris. Background saya yang dari jurusan Matematika tidak dipersoalkan, asal saya lulus tes yang diadakan lembaga tsb. Oke, saya mengikuti tes, dan hasilnya pun keluar. Selanjutnya saya interview dengan user, yang saya tidak tau apa jabatannya disana. Saya diberitahu bahwa saya qualified dan bisa mengajar disana. Tapi... Ada "tapi"-nya yang artinya syarat dan ketentuan berlaku.

"Pengajar disini tidak ada yang memakai jilbab, karena memang tidak diperbolehkan"

What???

"Ada satu atau dua pengajar yang memakai jilbab, tetapi begitu sampai disini jilbabnya dilepas dan mereka masuk kelas tidak dengan jilbabnya. Ketika pulang mereka bisa pakai lagi", interviewer melanjutkan.

Ketika iman dihadapkan dengan uang dan tuntutan kebutuhan.

Tidak ada orang yang tidak butuh uang dan bekerja adalah cara untuk mendapatkan uang. Dalam kondisi terdesak, sebagai perantau di Jakarta, tidak bekerja, dan ada tawaran pekerjaan yang datang sungguh hal yang ditunggu-tunggu. Tapi apakah harus dengan menjual prinsip dan keimanan?

Saya berpikir, ini tidak rasional. Dalam pekerjaan yang dinilai seharusnya adalah kinerja. Dalam mencari tenaga kerja yang dinilai adalah kualitas dan personality seseorang. Apakah orang berjilbab artinya pekerjaannya buruk? Apakah orang berjilbab tidak bisa bekerja dengan bagus? Apakah jilbab akan memengaruhi kinerja seseorang? TIDAK. Semua kembali kepada pribadinya. Kembali kepada kemampuan seseorang. Jadi sangat tidak rasional ketika jilbab dijadikan alasan untuk tidak menerima seseorang untuk bekerja.

Kejadian kedua yang juga pernah saya alami saat interview di Pharos, salah satu perusahaan yang memiliki banyak store/apotek di Indonesia. Hal yang sama, saya disuruh melepas jilbab jika ingin diterima bekerja disana. Lagi-lagi hal yang tidak rasional. Kualitas seseorang dalam bekerja tidak bisa dilihat dari apakah dia memakai jilbab atau tidak.

Kejadian ketiga, saudara saya interview di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi di Jakarta. Posisi yang dilamar adalah staf administrasi, yang sudah pasti tidak berhubungan dengan client. Bukan frontliner, bukan sekretaris, bukan GA staff. Tapi HRD dan GA Manager tidak sreg karena saudara saya memakai jilbab. Bukannya disana tidak boleh memakai jilbab, tapi malah karena disana sudah banyak yang memakai jilbab. Maksudnya? Saya juga nggak ngerti.

Mereka mencari staf yang tidak berjilbab karena disana sudah banyak yang memakai jilbab. Tapi apakah staf admin yang memakai jilbab akan memengaruhi performance perusahaan? Apakah menerima staf admin yang berjilbab mempertaruhkan reputasi perusahaan? Toh kerjanya juga tidak berhadapan langsung dengan tamu atau client perusahaan. Tidak rasional.

Jilbab tidak akan memengaruhi kinerja seseorang. Semua kembali kepada kemampuan diri dan pola pikir. Itulah yang seharusnya digali oleh interviewer saat melakukan interview.

Kecuali ada maksud dan tujuan lain dengan tidak memperbolehkan staf berjilbab. Pikiran negatif yang tidak seharusnya saya share.


Pasangan Hidup dan Suku

Ini hal ke dua yang mau saya bahas. Masih banyak orang yang melihat suku dan menghubungkannya dengan sifat tertentu. Seperti laki-laki Sunda males, maunya ongkang-ongkang kaki dan manfaatin istri yang kerja. Atau orang Padang yang katanya pelit, orang Batak  dan Jawa Timur yang katanya kasar. Banyak penilaian yang kadang tidak objektif dan tidak masuk akal.

Sedikit cerita, beberapa waktu yang lalu saya punya hubungan dengan orang Jawa Timur. Orang tuanya asli jawa Timur. Awalnya saya melihat mamanya bersikap biasa terhadap saya ketika datang dan bahkan pernah menginap di rumahnya. Tetapi setelah itu pacar saya bilang mamanya nggak sreg sama orang Padang. Tapi tidak dijelaskan apa yang tidak disukai. Intinya karena saya orang Padang. 

Menurut saya ini nggak masuk akal, nggak rasional. Hanya karena alasan kesukuan. Menilai seseorang itu seharusnya dari kepribadiannya, dari sikapnya. Menilai seseorang tidak cukup juga hanya dengan melihatnya. Kadang butuh waktu lama untuk bisa tahu orang lain. Mungkin dari seringnya ngobrol, atau juga dari cerita seseorang yang mengenalnya. Nggak cukup waktu sehari dua hari.

In my opinion, it's not rational.

Saya sendiri, perempuan Padang tidak menjamin orang Padang itu tidak "pelit" seperti yang beredar di masyarakat kita. Tetapi juga tidak membenarkan penilaian seperti itu, karena semuanya kembali pada pribadi masing-masing.

Seperti halnya lelaki Sunda yang katanya males, banyak juga saya temui lelaki Sunda yang rajin dan pekerja keras. Walaupun ada yang memang seperti itu, tapi tidak semua, tidak bisa dipukul rata. Orang bilang perempuan Sunda suka godain suami orang, suka kawin cerai, pastinya juga tidak semua seperti itu. Tetap kembali kepada pribadi orangnya.

Pola pikir tiap orang memang berbeda-beda. Balik lagi ke tingkat pendidikan dan lingkungan/pergaulan. Seperti orang bilang, bergaul dengan tukang parfum jadi ikutan wangi. Perumpamaannya seperti itu. Orang lulusan SMP bergaul dengan sarjana bahkan mungkin profesor, bisa jadi pola pikirnya berubah. Sebaliknya, seorang sarjana yang biasa bergaul dengan orang-orang yang berpikiran sempit, pola pikirnya juga akan berubah sempit. Sedikit banyaknya mempengaruhi.
 
Mulailah berpikir secara rasional, dengan mempertimbangkan hal yang masuk akal, bukan karna stereotype dll.

Ini hanya ulasan saya saja, mungkin diluar sana juga ada yang berpendapat beda dengan saya, wajar.
Semua kembali ke pola pikir masing-masing.

See u on my next post.

No comments: